A. Pengertian Hukum Kebenaran
Hukum Kebenaran merupakan hukum abadi yang berlaku dimana-mana, mengatasi waktu, tempat dan keadaan, yang bearti bahwa Hukum Kebenaran ini berlaku dimana saja, kapan saja dan dalam keadaan yang bagaimana pun. Hukum Kebenaran disebut juga dengan Hukum Kesunyataan. Hukum Kebenaran ini ada dalam dunia ini, Sang Buddha hanya menemukannya dan mengajarkan kepada para dewa dan manusia.
Kata Kesunyataan berasal dari kata Sunyata yang artinya kosong, kosong dari batasan-batasan atau kosong dari definisi-definisi. Contoh dari Hukum Kebenaran, bawha segala sesuatu atau benda akan mengalami kelapukan atau kehancuran.
Hukum Kesunyataan adalah Hukum Kebenaran apa adanya tentang adanya atau terjadinya sesuatu di alam semesta ini yang adakalanya tidak dapat dijangkau oleh pikiran manusia biasa, kecuali seorang Arahat.
Dalam Dhammaniyama Sutta disebutkan bahwa, "Apakah Tathagata (Buddha) muncul di dunia ini atau tidak, Dhamma (Hukum Kesunyataan / Hukum Kebenaran) tetap ada". Oleh sebab itulah, Sang Buddha mengatakan bahwa Dhamma adalah bukan diciptakannya melainkan Dhamma hanya ditemukannya.
1. Hakekat Hukum Kebenaran
2. Beda Hukum Kebenaran dengan Hukum Yang Dibuat oleh Manusia
Hukum yang dibuat oleh manusia sifatnya tidak kekal, karena manusia itu sendiri juga tidak kekal dan tidak abadi, dan hukum yang dibuatnya juga tidak dapat berlaku dimana-mana dan tidak dapat mengatasi waktu, tempat dan keadaan. Sedangkan Hukum Kebenaran merupakan hukum abadi yang berlaku dimana-mana, mengatasi waktu, tempat dan keadaan, yang bearti bahwa Hukum Kebenaran ini berlaku dimana saja, kapan saja dan dalam keadaan yang bagaimana pun.
3. Hukum Kebenaran Berlaku di Triloka
Hukum Kebenaran berlaku di Triloka (sanskerta) atau Tiloka (Pali), yang terdiri dari 3 Kelompok Alam Kehidupan, yaitu KAMALOKA, RUPALOKA dan ARUPALOKA (31 alam kehidupan makhluk).
B. Macam - Macam Hukum Kebenaran
Hukum Kebenaran yang di ajarkan Sang Buddha pada umumnya berkaitan dengan kerohanian, kebatinan dalam kehidupan manusia, terdiri dari :
1. Catur Arya Satyani atau Cattari Ariyasaccani (Empat Kebenaran Mulia)
2. Kamma dan Punabhava (Hukum Perbuatan daan Kelahiran Kembali)
3. Paticcasamuppada (Hukum Asal Mula akibat kondisi yang Saling Bergantungan)
4. Tilakkhana (Tiga Corak Universal)
Tampilkan postingan dengan label Agama Buddha. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Agama Buddha. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 05 Mei 2012
Jumat, 27 April 2012
Empat Kebenaran Mulia (Cattari Ariya Sacca)
Dengan mengerti Empat Kebenaran Mulia, dapat dikatakan seseorang telah mengerti agama Buddha.
Ketika Buddha menjelaskan Empat Kebenaran Mulia, beliau mula-mula menguraikannya satu per satu,
Empat Kebenaran Mulia ini yaitu:
I. Kebenaran Mulia tentang Dukkha (dukkha ariya sacca)
Hidup dalam bentuk dan kondisi apapun adalah Dukkha (penderitaan),
- Lahir, sakit, tua dan mati adalah Dukkha.
- Berhubungan dengan yang tidak kita sukai adalah Dukkha.
- Ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi adalah Dukkha.
- Tidak mendapatkan yang kita inginkan juga merupakan Dukkha.
- Masih memiliki Lima khanda adalah Dukkha.
Dukkha dapat juga dibagi menjadi:
- dukkha-dukkha,
ialah penderitaan yang nyata, yang benar dirasakan sebagai penderitaan tubuh dan bathin, misalnya sakit kepala, sakit gigi, susah hati dll.
- viparinäma-dukkha
merupakan fakta bahwa semua perasaan senang dan bahagia --berdasarkan sifat ketidak-kekalan-- di dalamnya mengandung benih-benih kekecewaan, kekesalan dll.
- sankhärä-dukkha
lima khanda adalah penderitaan ; selama masih ada lima khanda tak mungkin terbebas dari sakit fisik.
II. Asal Mula Dukkha (dukkha samudaya ariya sacca)
Sumber dari penderitaan adalah tanhä, yaitu nafsu keinginan yang tidak ada habis-habisnya.
Semakin diumbar semakin keras ia mencengkeram.
Orang yang pasrah kepada tanhä sama saja dengan orang minum air asin untuk menghilangkan rasa hausnya.
Rasa haus itu bukannya hilang, bahkan menjadi bertambah, karena air asin itu yang mengandung garam.
Demikianlah, semakin orang pasrah kepada tanhä semakin keras tanhä itu mencengkeramnya.
Dikenal tiga macam tanhä, yaitu :
1. Kämatanhä : kehausan akan kesenangan indriya, ialah kehausan akan :
a. bentuk-bentuk (indah)
b. suara-suara (merdu)
c. wangi-wangian
d. rasa-rasa (nikmat)
e. sentuhan-sentuhan (lembut)
f. bentuk-bentuk pikiran
2. Bhavatanhä : kehausan untuk lahir kembali sebagai manusia berdasarkan kepercayaan tentang adanya "atma (roh) yang kekal dan terpisah" (attavada)
3. Vibhavatanhä : kehausan untuk memusnahkan diri, berdasarkan kepercayaan, bahwa setelah mati tamatlah riwayat tiap-tiap manusia (ucchedaväda).
III. Lenyapnya Dukkha (dukkha nirodha ariya sacca)
Kalau tanhä dapat disingkirkan, maka kita akan berada dalam keadaan yang bahagia sekali,
Sang Buddha dengan jelas dan tegas mengajar kita, bahwa kita dapat bebas dari penderitaan dan mencapai kebebasan dan kebahagiaan Nibbana.
Istilah Nibbana secara harfiah berarti ‘padam’,
serta mengacu ke pemadaman api keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin.
IV. Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha (dukkha nirodha gamini patipada)
Jalan-nya adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangika Magga)
Disebut ‘Mulia’ karena bila dilaksanakan, maka akan menuntun seseorang ke kehidupan yang mulia;
Disebut ‘Berunsur Delapan’, karena terdiri dari Delapan Unsur,
Disebut ‘Jalan’, karena seperti jalan pada umumnya, akan menuntun seseorang dari satu tempat ke tempat lain, dengan hal ini dari Samsara ke Nibbana.
Delapan Jalan Utama (Jalan Mulia Berunsur Delapan) yang akan membawa kita ke Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha, yaitu :
Wisdom (Paññā)
1. Pengertian Benar (sammä-ditthi) Right view
2. Pikiran Benar (sammä-sankappa) Right intention
Sila
3. Ucapan Benar (sammä-väcä) Right speech
4. Perbuatan Benar (sammä-kammanta) Right action
5. Pencaharian Benar (sammä-ajiva) Right livelihood
Samädhi
6. Daya-upaya Benar (sammä-väyäma) Right effort
7. Perhatian Benar (sammä-sati) Right mindfulness
8. Konsentrasi Benar (sammä-samädhi) Right concentration
Ketika Buddha menjelaskan Empat Kebenaran Mulia, beliau mula-mula menguraikannya satu per satu,
Empat Kebenaran Mulia ini yaitu:
I. Kebenaran Mulia tentang Dukkha (dukkha ariya sacca)
Hidup dalam bentuk dan kondisi apapun adalah Dukkha (penderitaan),
- Lahir, sakit, tua dan mati adalah Dukkha.
- Berhubungan dengan yang tidak kita sukai adalah Dukkha.
- Ditinggalkan oleh orang yang kita sayangi adalah Dukkha.
- Tidak mendapatkan yang kita inginkan juga merupakan Dukkha.
- Masih memiliki Lima khanda adalah Dukkha.
Dukkha dapat juga dibagi menjadi:
- dukkha-dukkha,
ialah penderitaan yang nyata, yang benar dirasakan sebagai penderitaan tubuh dan bathin, misalnya sakit kepala, sakit gigi, susah hati dll.
- viparinäma-dukkha
merupakan fakta bahwa semua perasaan senang dan bahagia --berdasarkan sifat ketidak-kekalan-- di dalamnya mengandung benih-benih kekecewaan, kekesalan dll.
- sankhärä-dukkha
lima khanda adalah penderitaan ; selama masih ada lima khanda tak mungkin terbebas dari sakit fisik.
II. Asal Mula Dukkha (dukkha samudaya ariya sacca)
Sumber dari penderitaan adalah tanhä, yaitu nafsu keinginan yang tidak ada habis-habisnya.
Semakin diumbar semakin keras ia mencengkeram.
Orang yang pasrah kepada tanhä sama saja dengan orang minum air asin untuk menghilangkan rasa hausnya.
Rasa haus itu bukannya hilang, bahkan menjadi bertambah, karena air asin itu yang mengandung garam.
Demikianlah, semakin orang pasrah kepada tanhä semakin keras tanhä itu mencengkeramnya.
Dikenal tiga macam tanhä, yaitu :
1. Kämatanhä : kehausan akan kesenangan indriya, ialah kehausan akan :
a. bentuk-bentuk (indah)
b. suara-suara (merdu)
c. wangi-wangian
d. rasa-rasa (nikmat)
e. sentuhan-sentuhan (lembut)
f. bentuk-bentuk pikiran
2. Bhavatanhä : kehausan untuk lahir kembali sebagai manusia berdasarkan kepercayaan tentang adanya "atma (roh) yang kekal dan terpisah" (attavada)
3. Vibhavatanhä : kehausan untuk memusnahkan diri, berdasarkan kepercayaan, bahwa setelah mati tamatlah riwayat tiap-tiap manusia (ucchedaväda).
III. Lenyapnya Dukkha (dukkha nirodha ariya sacca)
Kalau tanhä dapat disingkirkan, maka kita akan berada dalam keadaan yang bahagia sekali,
Sang Buddha dengan jelas dan tegas mengajar kita, bahwa kita dapat bebas dari penderitaan dan mencapai kebebasan dan kebahagiaan Nibbana.
Istilah Nibbana secara harfiah berarti ‘padam’,
serta mengacu ke pemadaman api keserakahan, kebencian dan kegelapan-batin.
IV. Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha (dukkha nirodha gamini patipada)
Jalan-nya adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangika Magga)
Disebut ‘Mulia’ karena bila dilaksanakan, maka akan menuntun seseorang ke kehidupan yang mulia;
Disebut ‘Berunsur Delapan’, karena terdiri dari Delapan Unsur,
Disebut ‘Jalan’, karena seperti jalan pada umumnya, akan menuntun seseorang dari satu tempat ke tempat lain, dengan hal ini dari Samsara ke Nibbana.
Delapan Jalan Utama (Jalan Mulia Berunsur Delapan) yang akan membawa kita ke Jalan Menuju Lenyapnya Dukkha, yaitu :
Wisdom (Paññā)
1. Pengertian Benar (sammä-ditthi) Right view
2. Pikiran Benar (sammä-sankappa) Right intention
Sila
3. Ucapan Benar (sammä-väcä) Right speech
4. Perbuatan Benar (sammä-kammanta) Right action
5. Pencaharian Benar (sammä-ajiva) Right livelihood
Samädhi
6. Daya-upaya Benar (sammä-väyäma) Right effort
7. Perhatian Benar (sammä-sati) Right mindfulness
8. Konsentrasi Benar (sammä-samädhi) Right concentration
Langganan:
Postingan (Atom)